17 Oktober 2009

Susahnya Jualan Program Olahraga

KOMPAS/YULIA SAPTHIANI
Suasana pengambilan gambar siaran langsung sepak bola Liga Super Indonesia di studio ANTV, Rabu (14/10).
Televisi


Siaran pertandingan kompetisi olahraga nasional di televisi makin langka. Selain sepak bola, tinggal cabang tinju yang masih tayang di layar kaca.

Lima-enam tahun yang lalu, gereget siaran pertandingan Gelar Tinju Profesional (GTP) di Indosiar begitu terasa. Chris John ketika itu masih bertanding di tingkat nasional. Itulah tahun-tahun keemasan GTP. Ketika itu, GTP digarap gemerlap. Penyelenggara menyelipi pertandingan tinju dengan atraksi para dancers dan aksi cheerleader.

Sekarang acara pertandingan tinju yang digelar di studio Indosiar itu telah kehilangan pamor. Jadwal acara pun kerap berubah. Awalnya Kamis, kemudian Jumat, dan sekarang Senin menjelang dini hari. Penggarapan pun tidak lagi gemerlap. Atraksi para dancers ditiadakan karena makan biaya.

Produser GTP Farry Yusbiakto mengatakan, Indosiar tetap mempertahankan GTP karena mereka tidak ingin meninggalkan penggemar fanatik tinju nasional. Faktor lain, Indosiar telanjur punya komitmen dengan promotor tinju Daniel Bahari untuk tetap menayangkan GTP.

Nasib GTP masih lebih baik. Beberapa acara olahraga lokal lain bahkan telah menghilang dari layar kaca, seperti senam aerobik dan kompetisi biliar yang dulu ditayangkan ANTV.

Stasiun yang pernah mengklaim sebagai saluran olahraga dan hiburan itu kini hanya menayangkan pertandingan Liga Super Indonesia. Mata acara bernama Indonesia Super League (ISL) ini menjadi satu-satunya tayangan kompetisi olahraga lokal yang masih bertahan dan punya gereget.

Head of Sport Production ANTV Reva Deddy Utama mengatakan, siaran kompetisi sepak bola lokal masih banyak penggemarnya. Setiap tayangan pertandingan rata-rata mampu menggaet 15 persen pemirsa jika dibandingkan acara di televisi lain pada jam tayang yang sama (audience share).

"Kalau yang bertanding klub besar seperti Persib atau Persija (audiance) share-nya secara nasional bisa 20 persen. Ini jauh lebih tinggi dari share siaran liga sepak bola impor," katanya.

Deddy yakin, audience share ISL masih bisa digenjot jika acara tersebut dikemas sebagai mata acara keluarga. "Sekarang yang nonton sepak bola kebanyakan laki-laki. Sejak dua tahun lalu kami berusaha menggaet penonton dari kalangan ibu rumah tangga."

Agar bisa diterima sebagai mata acara keluarga, ISL dikemas lebih menarik. "Saya minta pada juru kamera agar mengambil gambar perempuan cantik yang nonton di studio. Kami juga menghadirkan presenter perempuan agar sepak bola tidak lagi identik dengan laki-laki. Drama yang terjadi di lapangan pun kami tonjolkan," ujarnya.

Sulit dijual

Selain ISL dan GTP, saat ini tidak ada acara lain di televisi yang secara rutin menayangkan kompetisi olahraga tingkat lokal. Trans7 lebih tertarik menyiarkan pertandingan impor MotoGP. TVOne memilih menyiarkan pertandingan tinju dunia serta sepak bola Liga Inggris dan Spanyol. Siaran pertandingan lokal seperti liga bola voli nasional Proliga dan Indonesia Basketball League di TVOne sekarang tidak ada karena kompetisinya sudah berakhir pada pertengahan 2009. TVOne akan menayangkan lagi kedua liga itu jika kompetisinya telah berjalan lagi.

Kepala Marketing Public Relations Trans7 Anita Wulandari menjelaskan, siaran pertandingan olahraga selain sepak bola dan bulu tangkis sulit dijual. "Kalau kami menyiarkan secara langsung pasti berat. Pencapaian rating-nya sering tidak memenuhi syarat. Paling kami siarkan cuplikannya di program sportnews," kata Anita.

Deddy berpendapat sama. Bahkan, untuk menjual siaran pertandingan sepak bola lokal, ANTV harus bekerja keras. "Pengiklan sekarang pintar. Mereka hanya memasang iklan di partai yang menarik saja," katanya.

Menurut Deddy, terlalu banyak kendala yang membuat industri televisi tidak tertarik menayangkan program olahraga lokal. Salah satunya karena di Indonesia olahraga belum menjadi industri. "Pelaku dunia olahraga kita tidak mengerti bahwa olahraga itu sekarang bagian dari showbiz," katanya.

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/10/18/03243655/susahnya.jualan.program.olahraga

Tidak ada komentar: