Minggu, 13 September 2009 | Oleh Budi Suwarna
"Makanya, jangan melanggar hukum!" Itulah salah satu kalimat khas yang diucapkan tokoh kartun Bang One (baca: o-ne) dengan suara berat dan serak. Anda tahu siapa sebenarnya pemilik suara serak itu?
Dialah Sukarni Ilyas (57) atau lebih dikenal Karni Ilyas, wartawan senior yang kini menjabat Direktur News dan Sports tvOne. Sejak Februari lalu, Karni rutin mengisi suara Bang One untuk acara Bang One Show dan Catatan Hukum Bang One.
Bang One tidak lain adalah sosok Karni dalam wujud kartun. Lihat saja, raut wajah Bang One nyaris sama dengan raut wajah Karni. Begitu pula dengan bentuk kumisnya. Barangkali, bedanya Karni hampir tidak pernah menggerak-gerakkan kumisnya seperti yang dilakukan Bang One.
"Perut saya juga tidak buncit seperti Bang One," ujar Karni diikuti tawa lepas di tvOne Jakarta, Senin (7/9). Dia menceritakan, kelahiran Bang One dimulai dari obrolannya dengan beberapa teman wartawan bimbingan Karni di Depok, Jawa Barat. Dari situ terbetik ide untuk membuat program berita dalam format kartun. Maka, lahirlah kartun Bang One yang berprofesi sebagai wartawan gigih, cerewet, dan gampang prihatin pada setiap persoalan sosial bangsa.
"Ini pertama kali ada program berita dalam bentuk kartun. Di CNN saja tidak ada," kata Karni, bangga.
Bang One, lanjut Karni, merupakan terobosan baru tvOne yang cukup penting. Bahkan, tokoh ini sudah menjadi ikon tvOne.
Belakangan, pengelola program berita, majalah, dan bincang-bincang di televisi rajin mencari terobosan baru. Sebelum tvOne mengawinkan reportase/bincang-bincang dengan kartun, stasiun televisi lain sudah mengawinkan berita dengan musik, bincang-bincang dengan lawak, bahkan ceramah agama dengan lawak dan kuis.
Buat Karni, terobosan macam itu sah-sah saja. "Itu semua kan bumbu-bumbu. Tapi isi tetap harus diperhatikan," katanya.
Jaringan
Bang One hanyalah satu peran yang dilakoni Karni di tvOne. Peran lainnya adalah sebagai Direktur News dan Sports tvOne (setingkat pemimpin redaksi) dan pembawa acara Di Balik Langit Berita. Terkadang, dia juga muncul sebagai reporter, bahkan narasumber yang diwawancarai wartawan.
Rupanya, Karni telah mengecap semua peran penting dalam sebuah industri siaran berita. Tidak heran jika ialah satu-satunya petinggi stasiun televisi yang rutin tiga kali seminggu muncul di layar kaca. "Saya senang dengan peran saya," katanya.
Karni terjun ke industri televisi sejak tahun 1999. Sebelumnya, dia malang-melintang di media massa cetak sejak tahun 1972. Apa yang mendorong Karni masuk ke industri televisi?
"Televisi itu sangat cepat menyampaikan berita meski buat saya beritanya ecek-ecek dan tidak ada kedalaman. Televisi juga mampu menjangkau jutaan pemirsa. Kalau majalah atau koran paling ratusan ribu," ujar Karni.
Kepuasannya, lanjut Karni, memang berbeda. Dulu, sebagai penulis di majalah Tempo dan Forum Keadilan, Karni puas jika membuat tulisan mendalam. "Sekarang saya puas kalau bisa menyampaikan berita sesegera mungkin kepada pemirsa."
Karni mengawali kariernya di televisi dengan memimpin Liputan 6 SCTV tahun 1999-2005. Dia kemudian melompat ke ANTV untuk selanjutnya ke tvOne sampai kini. Selama bergelut dengan dunia penyiaran televisi, Karni memberi beberapa kejutan kepada pemirsa.
"Waktu saya di SCTV, (Liputan 6) mengeluarkan rekaman (kekerasan) di STPDN. Seluruh Indonesia gempar," katanya.
Di ANTV, Karni memimpin liputan eksklusif penyerbuan gembong teroris Dr Azahari di Batu, Jawa Timur.
Di bawah Karni, divisi pemberitaan tvOne sangat agresif meliput peristiwa-peristiwa khusus, seperti eksekusi mati Amrozi dan kawan-kawan serta penyerbuan pelaku teroris di Temanggung.
Bagaimana Karni bisa memiliki akses luas untuk meliput peristiwa penting? Orang percaya, dia memiliki kedekatan dengan polisi, militer, dan birokrasi sehingga mendapat akses liputan lebih leluasa. Benarkah?
"Ha-ha-ha, jaringan saya bukan hanya militer dan birokrasi. Jaringan saya di mana-mana. Ke mana saya pergi (bekerja), jaringan itu saya bawa," katanya.
Dia mengaku membuat jaringan sejak menjadi wartawan di majalah Tempo dan Forum Keadilan. "Semua wartawan pasti membuat jaringan. Bedanya, saya memelihara jaringan itu sampai sekarang," kata Karni yang terjun ke dunia wartawan sejak tahun 1972.
Meski demikian, Karni menegaskan kedekatannya dengan kalangan militer, polisi, dan birokrasi tidak mengganggu kemerdekaannya sebagai wartawan. "Saya bisa menjaga jarak. Antasari (Azhar) itu teman saya. Tapi, kalau bikin masalah, saya beritakan juga," katanya.
Tiga jabatan setingkat pemred di tiga stasiun televisi berbeda cukup menjadi bukti bahwa Karni diperhitungkan di kalangan wartawan televisi. Meski begitu perjalanan kariernya tidak selalu mulus.
Setidaknya, tvOne yang dia pimpin sempat mendapat kritik tajam karena dinilai mendramatisasi berita penyerbuan tersangka teroris di Temanggung. Berkaitan dengan hal itu, dia menjawab, "Saya sudah ingatkan (reporter) soal itu. Saya tidak setuju dengan dramatisasi. Itu tidak akan bertahan. Yang bertahan yang faktual." Dan yang faktual itulah yang kini menjadi problem dalam jurnalisme televisi kita karena terlalu berorientasi pada kecepatan.
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/13/04494837/karni.si.bang.one
Tidak ada komentar:
Posting Komentar