Bermunculannya sejumlah lembaga penyiaran baru khususnya televisi ditengah-tengah masyarakat dan juga ketatnya persaingan di bisnis tersebut diibaratkan seperti dua sisi mata uang, saling bertolak belakang. Pada salah satu sisi, kehadiran televisi baru dianggap sebagai barometer berkembangnya usaha dibidang ini dan akan banyak memberikan informasi dan alternatif tontonan bagi masyarakat, persis seperti yang diinginkan oleh UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran.
Namun di sisi lain, kehadiran mereka disinyalir tidak akan memberikan nilai positif bagi publik dan justru cenderung banyak menimbulkan dampak buruk karena program yang disiarkan tidak berbeda dengan televisi-televisi yang hadir sebelumnya. Sinetron, infotainmen dan program-program acara yang kerap dinilai bermasalah tetap menjadi hiasan televisi baru tersebut.
Salah satu anggota KPI Pusat, Fetty Fajriati Miftach mengungkapkan, televisi baru harus dapat memberikan alternatif tontonan yang baik bagi masyarakat ditengah buruknya tayangan televisi yang ada saat ini. "Saya berharap televisi baru dapat menyiarkan hal-hal yang mendidik dan mencerdaskan penontonnya," katanya kepada pimpinan Gramedia TV ketika berlangsungnya EDP di KPI Pusat, pekan ini.
Dijelaskan Fetty, jika kemunculan televisi-televisi baru yang kontennya tidak berbeda dengan konten yang sudah ada artinya tidak ada hal yang baru dari televisi tersebut. Dirinya mencontohkan, soal infotainmen yang mestinya menyajikan program informasi yang pengemasannya secara entertain justru jauh dari harapan. Infotainmen justru jadi acara gosip mengosip. "Semestinya infotainmen itu bukan acara untuk gosip," keluhnya.
Kemudian soal sinetron. Banyak komentar dari masyarakat kalau program ini tidak lagi disebut sebagai acara hiburan. Masyarakat beranggapan acara ini sudah mulai menjadi ancaman bagi sebagian dari mereka khususnya anak-anak dan remaja. "Tayangan sinetron sekarang banyak didominasi dengan unsur kekerasan," ungkap Fetty.
Bahkan, salah satu akademisi dari Universitas Indonesia menyatakan kalau televisi merupakan media penghibur sekaligus juga menjadi monster bagi pemirsanya. Kata-kata ini jelas mengibaratkan tayangan televisi seperti dua sisi mata uang atau lebih buruknya bermuka dua.
Salah satu tokoh penyiaran yang juga mantan Ketua Pansus UU Penyiaran, Paulus Widiyanto, begitu mengharapkan semua televisi menyuguhkan program-program acara yang menyenangkan. Menurutnya, sangat menyenangkan jika tayangan-tayangan televisi dapat memberikan informasi dan hiburan yang enak ditonton serta memberi banyak manfaat bagi masyarakat.
Dilain hal, Paulus juga mengkhawatirkan jika kehadiran televisi-televisi baru ditengah persaingan yang sangat ketat saat ini justru akan menjurus pada adanya monopoli atau duopoli dalam dunia penyiaran. "Yakinkan kami kalau hal itu tidak terjadi di Indonesia," pintanya di depan pimpinan lembaga penyiaran yang sedang mengikuti proses EDP di Jakarta, awal minggu lalu. Red/RG
http://www.kpi.go.id/
Ini Alasan MK Batalkan Status RSBI/SBI
11 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar