23 Juni 2009

Tidak Ada Indonesia di Entikong

 OLEH: TEGUH IMAWAN

Selasa, 23 Juni 2009 I Suara warga Entikong di perbatasan dengan Serawak, Malaysia, bisa menjadi tolok ukur  apakah janji calon presiden 2009 terbukti atau hanya omong kosong. Warga yang masuk Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, ini bahkan sudah bosan menerima pejabat dari pemerintah pusat.

"Banyak pejabat dari Jakarta datang ke Entikong dan memberi janji-janji. Tapi hingga kini tidak ada realisasi berarti untuk warga kami. Hanya, malaikat saja yang belum datang ke Entikong," ujar Kepala Desa Entikong, Markus Sopyan (38), saat dikunjungi pekan lalu.

Hingga kini, warga Entikong merasa kebutuhannya bertepuk sebelah tangan dengan realisasi pembangunan.  Markus Sopyan mengatakan, warganya membutuhkan pengaspalan jalan  hingga ke dusun-dusun, tapi yang dibangun rusunawa (rumah susun sederhana sewa). Penduduk mendamba gula, tapi didirikan Balai Latihan Kerja (BLK). Warga ingin listrik dan air, justru justru pemerintah membangun gedung pasar.

"Celakanya, bangunan rusunawa, BLK, dan pasar mangkrak. Bangunan sudah selesai, tapi tidak ada pasokan listrik dan air. Ini menghamburkan uang negara," kata Markus. Karena itulah kondisi Entikong dibandingkan dengan wilayah Serawak diibaratkan Markus laksana langit dan bumi. Serawak gemerlap dengan lampu-lampu, jalan mulus, perumahan tertata, di Entikong masih gelap gulita, jalan rusak, dan permukiman kumuh.

Sebenarnya nada kecewa mengenai lambannya pembangunan infrastruktur juga diungkapkan oleh Gubernur Kalimantan Barat, Cornelis MH, Bupati Sanggau, Setiman H. Sudin, dan Camat Entikong Ignatius Irianto. "Dalam hal listrik saja, kita masih impor dari Malaysia. Bagaimana rakyat bisa hidup layak dan mandiri," kata Cornelis MH.

Di kalangan warga, ketidakpuasan terpancar dari Andri (32 tahun), penduduk kelahiran Entikong. Ia mengatakan dirinya sebenarnya cinta Indonesia, namun dari segi fasilitas Malaysia jauh melebihi Indonesia. "Kalau disuruh memilih, saya lebih memilih Malaysia," kata Andri.

Lain lagi soal informasi. Mayoritas pasokan informasi warga Entikong bersumber dari Malaysia, baik via radio maupun televisi. Warga tapal batas ini memilih mendengarkan radio RTM Malaysia. Apalagi, kualias siaran RRI dikatakan warga kurang bagus. Kadang bisa diterima dengan baik, kadang tidak bisa didengar.

Setali tiga uang dengan radio, televisi pun demikian. Sejumlah warga Entikong mengatakan, tayangan televisi Malaysia lebih banyak ditonton dibanding TVRI. Alasannya, warga harus memasang antena tinggi untuk bisa menerima siaran TVRI. Itu pun kualitas gambar yang diterima tidak jernih. Karena itulah, hampir sepertiga warga Entikong yang mayoritas petani memakai parabola seharga Rp 850 ribu  agar dapat menonton televisi dengan baik.


40% Golput

Bisa jadi, kondisi infrastruktur yang tak memadai menyulut warga Entikong memilih golongan putih (golput) alias tidak menggunakan hak pilih. Pada saat pemilihan umum legislatif lalu, Golput di Entikong mencapai angka 40 persen.

Hanya saja, upaya mengurangi jumlah Golput terbentur kendala mendasar. Dana sosialisasi pilpres KPU Sanggau kepada sekitar 4.000 pemilih yang tersebar di empat dusun serta 22 Rukun Tetangga di Entikong tidaklah mencukupi. Ongkos naik perahu motor sekali jalan ke dusun terjauh, seperti Dusun Merawu  sejauh 18 km sebesar Rp 700 ribu.

Hingga pertengahan Juni 2009, belum ada poster maupun leaflet mengenai pilpres yang disebarkan ke 6.703 jiwa penduduk Entikong. Padahal Markus sebagai kepala desa hendak mengajak warganya agar tidak menjadikan pelaksanaan pilpres sebagai arena permusuhan.

Karena tidak ada dana, Markus melakukan sosialisasi pilpres ke para kepala dusun saat dilakukan rapat desa. Cara lain, ngobrol langsung dengan warga di warung. Juga, memanfaatkan siaran radio terbatas milik warga.

Karena itulah, warga menyambut antusias kegiatan sosialisasi pilpres oleh Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo). Dengan demikian, sejumlah tukang ojek, sopir bus, petani, pedagang warung memperoleh informasi tentang tahapan waktu pelaksanaan pilpres.

Itulah realitas politik jelang pilpres 2009 di Entikong yang jauh dari kemilau lampu studio dan sorot kamera televisi. Kumandang janji para menjadikan kawasan perbatasan sebagai beranda depan menghadapi negeri jiran begitu dinanti realisasinya sesegera mungkin oleh warga Entikong.

http://surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=d99f250dd0e92c70c027007f0e78eaf2&jenis=b706835de79a2b4e80506f582af3676a&PHPSESSID=673027a8b63d3fac7f0056f57d962004

Tidak ada komentar: