16 Juli 2008

Wanita-Wanita Anchor Industri Berita di Layar Kaca (2-Habis)

Pertahankan Posisi Presenter Andalan, Lajang Jadi Pilihan

Menjamurnya stasiun televisi mendorong kompetisi untuk menayangkan program favorit pemirsa. Karena itu, peran anchor (presenter acara) semakin menentukan. Siapa yang dapat menggaet perhatian publik, maka akan menuai karir lebih tinggi di stasiun televisi tempatnya bekerja bahkan di stasiun televisi pesaing.

IWAN UNGSI, Jakarta

Fenomena karir menarik di bidang broadcast ikut merangsang para presenter untuk berlomba mengasah talenta masing-masing. Apalagi, pertumbuhan televisi swasta nasional dan televisi lokal semakin pesat dan menjamur. Mereka saling beradu kreativitas dalam menjual program.

Nah, di sinilah peran penting kemampuan para anchor (presenter acara). Eksistensi mereka turut menentukan kualitas suatu program. Siapa yang lebih populer serta menuai pujaan dari publik, pintu gerbang menuju jenjang lain yang lebih menguntungkan terbuka lebar.

Karena itu, laiknya industri lain yang mapan, turn over para anchor dari stasiun televisi satu ke stasiun televisi lain cukup tinggi. Layaknya pemain sepak bola, transfer presenter antarstasiun televisi kerap dilakukan. Satu visi, negosiasi gaji cocok, maka pembawa acara di stasiun televisi A bisa pindah pada stasiun televisi B.

Para presenter yang hijrah ke stasiun televisi lain di antaranya Desi Anwar (RCTI ke Metro TV), Alfito Deanova (SCTV ke tvOne), Tina Talisa (Trans TV ke tvOne), Chantal Della Concetta (Metro TV ke RCTI), Rahma Sarita (Metro TV ke tvOne), dan lainnya.

Presenter Liputan 6 SCTV Rike Amru mengakui, fenomena transfer para anchor itu tidak lain karena maraknya aksi saling bajak yang dilakukan perusahaan televisi. Tak sedikit dari mereka menawarkan fasilitas dan gaji menggiurkan. Akibatnya, banyak rekan seprofesinya memilih loncat dari satu stasiun televisi ke stasiun televisi lain. "Wajar, ya Mas. Kalau sudah menjadi industri kan memang seperti itu. Banker-banker biasanya kan juga begitu," ujarnya saat berbincang di Cafe Excelso Senayan City Kamis (3/7) lalu.

Rike mengatakan, kondisi tersebut dipicu oleh pesatnya pertumbuhan industri televisi nasional maupun lokal di Indonesia. Bahkan, untuk kota-kota besar, jumlah televisi lokal lebih dari satu. Dengan karakteristik bisnis televisi yang padat modal, dibutuhkan sumber daya manusia berkualitas. ''Persaingan yang ketat saat ini membuat adu kreativitas di antara industri televisi semakin gila-gilaan. Karakteristik pemirsa televisi Indonesia yang unik juga meningkatkan kompleksitas persaingan tersebut," sebutnya. Masyarakat menengah bawah di Indonesia yang selama ini sudah banyak disusahkan oleh kondisi mencari penghidupan, katanya, jelas tidak akan repot-repot mencari tayangan berita berkualitas.''Mereka akan mencari hiburan yang bisa dinikmati. Daripada nonton berita bikin pusing, mending kerja," kata wanita yang telah tujuh tahun berkarir di SCTV itu.

Lajang kelahiran Banda Aceh 7 Juli 1973 itu menilai bahwa tantangan terbesar industri televisi adalah membuat acara yang berkualitas dan diminati masyarakat. Indikator acara yang berkualitas bukan jaminan bahwa acara tersebut diminati publik. SCTV sendiri bukan televisi yang mengkhususkan diri pada berita. "Tayangan berita hanya sekitar 20 persen dari total siaran yang ditampilkan," ungkap pecinta kucing dan anjing ini. Namun, acara Liputan 6 Petang yang dipandu Rike termasuk salah satu tayangan berita paling diminati. Ini ditunjukkan dengan berbagai penghargaan yang diterima oleh program acara tersebut. Untuk rata-rata TV share, Liputan 6 Petang berada di kisaran 15-20 persen.

Rike bergabung dengan SCTV pada 2001. Sebelumnya, dia sempat mencicipi pengalaman kerja di salah satu bank swasta nasional. Kerja di bank dilakukan sembari meneruskan kuliah di Universitas Sumatera Utara, Medan. Pekerjaan di bank didapatkannya berbekal ijazah D3 dari STIE Perbanas Jakarta.

Munculnya sikap kritis di antara media elektronik saat reformasi 1998 menarik minat Rike untuk menerjuni profesi jurnalisme. Pembawa acara Liputan 6 dan Sigi itu mengaku, salah satu pengalaman di awal masa menekuni profesi adalah liputan tawuran di Kelurahan Galur. Saat itu, penyuka film drama tersebut mendapat shift hunting malam yang dimulai pukul 20.00 hingga pagi hari. ''Kasusnya kan melibatkan geng pemuda di situ. Meski sama kamerawan, sempat khawatir juga karena masih baru. Tapi, saya memang ingin belajar," katanya.

Pengalaman liputan berkesan lain adalah saat bertugas ke ladang ganja di Aceh. Perjalanan jauh masuk hutan di lereng Gunung Leuser pada 2003 itu membuat proses investigasi liputan menarik. Dibantu warga sekitar, akhirnya mereka berhasil menemukan ladang ganja tersebut. ''Polisi juga heran saat kami menemukan ladang tersebut. Ini karena beberapa kali mereka melakukan pantauan, tapi tidak berhasil menemukannya," papar dara yang mengaku memiliki darah Mandailing Tapanuli Selatan itu.

Menjadi presenter andalan di tempatnya bekerja, membawa konsekuensi lain bagi Rike. Di usia memasuki 35 tahun, Rike masih belum memiliki pendamping hidup. "Ini pilihan yang saya ambil," katanya saat disinggung tentang status lajangnya. Di luar waktu kerja, selain bercengkrama dengan binatang peliharaannya, Rike lebih suka menghabiskan waktu dengan menonton bersama kawan-kawannya.

Lain Rike, lain pula Chantal Della Concetta. Penyiar RCTI itu cas cis cus ketika diajak ngobrol seputar isu nasional, termasuk BBM. Istri Hans Lazuardi itu menilai, pemerintah memang tidak lagi punya pilihan menyangkut kebijakan tersebut. Penyiar dengan nama kombinasi dari bahasa Prancis dan Italia (artinya nyanyian murni dan baik hati) memang salah satu presenter yang punya banyak penggemar.

Anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Gunawan Budi Suwandi dan Shirley Gandasasmita itu melamar di semua stasiun televisi sebelum menuntaskan kuliah di Universitas Parahiyangan pada 2003.

Chantal akhirnya berlabuh ke Metro TV dengan tugas mengawal program Metro Pagi, Metro This Week, Public Corner, Suara Anda, dan lain-lain. Pengalaman meliput di berbagai peristiwa membuatnya makin yakin bahwa profesinya adalah pekerjaan yang menantang.

Selain kerap liputan malam, Chantal meliput bencana nasional tsunami di Aceh. Ibunda Trevor (2,5 tahun) itu tidak bisa lupa saat melihat seorang ibu membawa kertas putih berisi tulisan nama-nama keluarga yang hilang. ''Saya masuk saat minggu kedua setelah tsunami. Sedih sekali saat itu," ungkap penyuka kopi tersebut.

Dia juga pernah ke Vatikan untuk meliput meninggalnya Paus Yohannes Paulus XV dan penetapan penggantinya, Paus Benediktus XVI. Kemudian pada 2007, Chantal hijrah ke RCTI. Di sini dia dipercaya menjadi host bagi Seputar Indonesia dan sekilas Info. Dengan dua program yang dipandunya, Chantal harus berkompromi dengan keluarga. Waktu siaran yang ditugaskan oleh perusahaan adalah Jumat, Sabtu, dan Minggu. Padahal, suaminya libur pada Sabtu dan Minggu. ''Akhirnya saya memilih libur Senin, tapi tetap siaran Minggu malam demi keluarga. Hiburan saya ya bermain dengan anak, Mas."

Tantangan terbesar yang dimiliki industri televisi saat ini, menurut dia, terkait independensi media masing-masing. Baik industri televisi maupun koran, idealnya, dipisahkan dengan kepentingan sang pemilik. ''Berita harus dipisahkan dengan kepentingan pemilik," ujarnya. (iro) - jawa pos 17 juli 2008

Tidak ada komentar: