07 Agustus 2011

Dewan Pers Seriusi Larangan Liputan di Lapas

Fajar Pratama - detikNews

Jakarta - Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) menerbitkan surat edaran yang melarang wartawan masuk ke dalam area penjara untuk mewawancarai narapidana. Bagaimana tanggapan Dewan Pers? Dewan Pers akan melakukan konfirmasi ke Kemenkum HAM lebih dulu.

"Jadi, kami belum memverifikasi pada pihak yang bersangkutan. Jadi, kami akan melakukan hal itu. Yang jelas Dewan Pers concern dan committed untuk menyelesaikan hal ini," Ketua Komisi Penegakan Etika Dewan Pers, Agus Sudibyo kepada wartawan di Warung Daun, Cikini, Jakpus, Sabtu (6/8/2011).

Menurut Agus, Dewan Pers belum bisa menilai aturan Kemenkum HAM itu sebelum melakukan klarifikasi. "Dewan harus memeriksa peraturan ini dan meminta klarifikasi Dirjen Lapas sebelum mengambil penilaian. Kalau ada peraturan dan ketertiban lapas, harusnya berlaku untuk semua orang, bukan hanya wartawan," ujar dia.

Agus menceritakan kasus lain yang berpotensi menghalangi akses wartawan ke badan publik. "Di kecamatan Pulogadung juga ada peraturan seperti itu, kepala sekolah tidak perlu menemui wartawan yang tidak mempunyai identitas atau yang belum mendapatkan izin dari kantor Dinas Pendidikan," kata dia.

"Itu kan sebenarnya aturannya mirip. Itu akan kita selesaikan. Sebenarnya itu kan sama, menghalangi akses wartawan ke badan publik, ya bisa saja koridornya tidak boleh melanggar UU Pers dan KIP," sambung Agus.

Menurut dia, adanya aturan-aturan yang menghalangi akses wartawan ke badan publik, seharusnya didiskusikan dulu dengan institusi-institusi pers, seperti Dewan Pers, PWI, AJI, dan IJTI.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menjelaskan, kehadiran pers secara terus menerus bisa mengganggu aktivitas petugas di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas) atau rumah tahanan (rutan). Tidak hanya itu, berbagai pemberitaan yang berhubungan dengan napi juga berpotensi mengganggu proses penyidikan kasus.

"Jadi ada saatnya wartawan boleh masuk, tapi tidak bebas-bebasnya. Itu juga mengganggu orang di dalam kalau ada pers terus menerus," kata Patrialis Kamis (4/8/2011) lalu.

"Kalau ke sana kan bisa koordinasi, minta izin sama Dirjen PAS. Sehingga kawan-kawan yang bekerja di Lapas pun bisa merasa tenang," tambahnya.

Politisi PAN ini menepis anggapan bahwa penutupan akses bagi wartawan untuk menghindari pemberitaan negatif dan kritik dari publik. Dia menegaskan, aturan yang sudah disosialisikan sejak tanggal 10 Mei 2011 ini untuk menjaga kenyamanan semua pihak.

"Nggak, justru untuk menjaga kenyamaan semua pihak. Termasuk kenyaman para pegawai yang bekerja. Semua tetap boleh, tapi atas izin saja," tegasnya.

Larangan bagi wartawan itu tertuang dalam Surat Edaran Dirjenpas No PAS.HM.01.02.16. Di dalamnya berisi tiga hal. Pertama, setiap narapidana atau tahanan tidak diperkenankan untuk diwawancara baik langsung maupun tidak langsung, melalui media cetak mupun elektronik antara lain berupa wawancara, talkshow, teleconference, dan rekaman.

Kedua, setiap lapas atau rutan tidak diperbolehkan sebagai tempat peliputan dan pembuatan film, karena selain mengganggu kegiatan pembinaan dan merusak ketentraman penghuni, juga akan berdampak pada gangguan sistem keamanan Lapas atau Rutan.

Ketiga, peliputan untuk kepentingan pembinaan dan dokumentasi negara dapat dilakukan secara selektif setelah mendapat izin dari Dirjenpas atau bila perlu dari Menteri Hukum dan HAM.
(fjr/ndr)
http://www.detiknews.com/read/2011/08/06/132514/1698001/10/dewan-pers-seriusi-larangan-liputan-di-lapas

Tidak ada komentar: