13 Februari 2010

Siaran Televisi Mengepung Relung Hati dan Pikiran (Surat Pembaca)

Tanpa kita sadari: siaran televisi telah mengepung kita dari berbagai penjuru dan membentuk pikiran kita. Televisi telah mengonstruksikan berbagai peristiwa menurut versi mereka sendiri, tanpa memberi kesempatan kepada kita untuk mencoba berpikir jernih.

Dari pagi sampai pagi lagi, televisi mendominasi pikiran kita dan anak-anak kita. Pagi-pagi, anak-anak sulit disuruh mandi sebelum ke sekolah karena terpenjara oleh film kartun. Agak siang sedikit, ulah para selebritas memaku remaja dan ibu-ibu muda di depan kotak ajaib itu. Tengah hari, kekerasan oleh para penjahat fisik ataupun penjahat politik diberi panggung menenung perilaku penonton. Malam hari, debat dan kebencian dirayakan dengan gegap gempita dan disaksikan jutaan penonton.

Kebodohan dipamerkan dengan penuh sukacita lewat acara yang disebut "humor". Humor sesungguhnya, yaitu menertawakan kelemahan dan kebodohan diri sendiri, dimaknai oleh para "pelawak" ataupun produser televisi dengan menghina orang, melecehkan orang, mengejek orang lain, bahkan dengan melakukan kekerasan fisik terhadap orang lain.

Pada saat seseorang diperlakukan secara tidak sopan dan kemudian merintih-rintih, penonton tertawa. Itu yang disebut "humor" bagi televisi kita: menghina dan menyakiti orang lain? Belum lagi sinetron yang tak jelas arahnya. Mereka bermain datar, tanpa emosi, tidak memiliki karakter; berdandan menor pula. Setiap hari, pemain pria selalu mengenakan dasi tanpa melihat tempat dan situasi. Bambang Sudiono Jalan Niaga IV, Kemang Pratama, Bekasi - http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/13/05065195/redaksi.yth

Tidak ada komentar: