10 Februari 2010

Merangkul dan Mencintai Anak-anak Kita...

Kasus Nova, gadis berusia 14 tahun yang menghilang demi berjalan- jalan dan bertemu pujaan hati, membuka mata kita. Betapa makin rentan keselamatan anak kita. Gadis belia yang berpikiran lugu itu dengan polos menceritakan kisah pelariannya dengan Febriari atau Ari (18), kenalannya, lewat jejaring Facebook yang droup out dari SMK di Tangerang, Banten.

Cerita mengenai kisah Nova dan gadis-gadis cilik di Surabaya yang menjadi korban kawanan penyedia layanan seks lewat internet mengingatkan ketahanan diri anak sangat lemah. Akan tetapi, kondisi itu, menurut para ahli, seperti pendidik Arief Rachman, bukan salah mereka.

Kisah Nova atau anak-anak lain justru memperlihatkan pengabaian luar biasa para orangtua, masyarakat, dan negara kepada kebutuhan anak- anak. "Anak hanya menjadi korban dari kondisi di rumah, tata nilai dalam masyarakat, dan sistem yang diterapkan pemerintah," sebut Arief Rachman.

 

Psikolog anak dan remaja, Elly Risman, dari Yayasan Kita dan Buah Hati Jakarta yang banyak menangani anak-anak korban kejahatan lewat dunia maya mengingatkan, betapa kemajuan teknologi lewat sarana internet, baik di komputer maupun telepon seluler, makin mengurung anak kita. Siapa mengawali kondisi ini, Elly menyebut para orangtua.

Menurut Elly, tiadanya komunikasi dua arah, kegembiraan akibat terlalu lama belajar di sekolah, dan mengerjakan les dan PR membuat anak-anak tenggelam di dunia maya. "Saat mereka kelelahan dan tak mendapat perhatian orangtua secara semestinya—karena ayah ibu sibuk—berselancar di dunia maya merupakan salah satu cara penghilang lelah," tuturnya.

Kebanyakan orangtua masa kini menempuh cara mudah, dengan alasan demi berkomunikasi dengan anaknya atau latah, jaga gengsi, anak-anak diberi telepon seluler canggih, seperti BlackBerry.

Akibatnya, anak-anak yang jauh lebih melek teknologi dibandingkan orangtuanya membuka akun pertemanan yang seharusnya belum boleh mereka lakukan. Saat aktif menjaring teman itu, para predator pun beraksi siap memangsa anak- anak itu dengan segala cara.

Akibat bujuk rayu, anak-anak yang belum paham dampak buruk hubungan seksual pranikah dengan mudah terbujuk.

Pendampingan

Asosiasi Warung Internet Indonesia (Awari) sejak dua tahun lalu telah berupaya membuat program penangkal situs-situs yang tak layak dikonsumsi anak-anak, misalnya situs seks dan judi. Menurut Ketua Awari Irwin Day, program tersebut bernama DNS Nawara yang sudah digunakan warnet-warnet anggota asosiasi.

Irwin mengakui, pengusaha warnet seolah menjadi terdakwa dari makin merebaknya pornografi, terutama yang bisa dengan mudah diakses anak-anak dari warnet yang makin banyak bertebaran di seluruh Nusantara.

"Kami juga peduli terhadap keselamatan anak-anak kita dari pengaruh buruk situs-situs tak bertanggung jawab," katanya. Awari dengan sukarela membagi program itu kepada mereka yang berniat mengunduh program tersebut.

Akan tetapi, perkembangan teknologi begitu dahsyat membuat DNS Nawara tetap bisa kebobolan. Irwin mengaku, program itu hanya efektif sampai sekitar 70 persen untuk menangkal situs-situs yang tak diinginkan. Oleh sebab itu, pendampingan orangtua tetap dibutuhkan bagi anak saat mengakses internet.

Jangkauan Awari juga amat terbatas. Saat ini Awari hanya memiliki anggota 2.400 warnet milik 840 pengusaha warnet se-Indonesia.

Kepala Unit Cyber Crime Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI Komisaris Besar Petrus Reinhard Golose menyampaikan hal sama. Anak-anak dan remaja tak bisa dilepaskan begitu saja di belantara siber yang bisa dianalogikan dengan belantara kota besar, seperti Jakarta.

"Meski kita pakai software filter apa pun, tak terlalu bermanfaat jika orangtua tak mengontrol langsung," katanya.

Orangtua atau keluarga, kata Golose, harus mengetahui konten, fungsi, dan karakteristik situs yang dapat diakses anak-anak di internet. Oleh karena itu, orangtua mau tak mau juga harus mengikuti perkembangan dunia siber.

"Mengontrol tidak berarti mengekang. Kuncinya dikomunikasikan saja dengan mereka (anak). Saya pun melakukannya (kontrol) kepada anak-anak saya," kata Golose.

Sementara itu, komisioner pengaduan masyarakat Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia Magdalena Sitorus mengingatkan, perkembangan teknologi tak mungkin lagi dihalangi. Apalagi teknologi informasi di satu sisi memberi keuntungan walau ada pula kekurangannya jika disalahgunakan, misalnya membuka situs porno.

Magdalena berpendapat, tak pada zamannya lagi melarang anak-anak membuka situs porno atau lain yang membahayakan dengan menakut-nakuti dengan kata berdosa.

"Justru yang mereka butuhkan, selain pendampingan, juga penjelasan secara logis bahaya situs-situs semacam itu bagi mereka," tuturnya.

Kata kunci meraih anak-anak itu kembali hanya dengan cara merangkul, melimpahi mereka dengan cinta orangtua dan lingkungannya.... (pin/SF/TRI) - http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/11/04064137/merangkul.dan.mencintai.anak-anak.kita...

Tidak ada komentar: