Kesimpulan itu disampaikan Ketua Komisi I DPR Theo L Sambuaga dari Fraksi Partai Golkar, yang kemudian disetujui semua anggota komisi yang hadir. Penghentian pembahasan itu dilakukan menyusul penarikan RUU tersebut oleh pemerintah, Rabu (16/9), yang diwakili Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono.
"Kami hargai sikap bijak pemerintah yang menangkap aspirasi dan kekhawatiran masyarakat. Bahkan, presiden sendiri mengakui perlu ada perbaikan. Hal itu sangat bijak dan dapat kami terima," ujar Sidharto Danusubroto mewakili pendapat Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Sikap pemerintah itu, menurut Sidharto, sesuai dengan fraksinya. Namun, perlu diingat pula, semua negara demokrasi membutuhkan peraturan tentang kerahasiaan negara di samping aturan soal keterbukaan informasi publik. Fraksi PDI-P juga mengajukan sejumlah catatan kepada pemerintah untuk penyusunan pada masa mendatang.
Constant M Ponggawa dari Fraksi Partai Damai Sejahtera menilai, perkembangan dalam pembahasan RUU Rahasia Negara menjadi pengalaman berharga bagi semua pihak, terutama pemerintah. Pengalaman seperti itu terbilang mahal dan menghabiskan banyak waktu.
"Kami apresiasi keberanian pemerintah. Saya nilai hal itu merupakan kejelian pemerintah kalau RUU tadi sebenarnya bermasalah. Cuma persoalannya, kenapa setelah berjalan sekian tahun baru diputuskan begitu?" kata Constant.
Sementara itu, kubu yang menyayangkan penarikan RUU Rahasia Negara berpendapat, pemerintah, terutama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, telah menyia-nyiakan pencapaian pembahasan.
"Dari rapat-rapat pembahasan yang saya ikuti, mulai di tingkat rapat kerja, panitia kerja, sampai tim perumus dan sinkronisasi, saya berani jamin sebetulnya sudah banyak perbaikan. Bahkan, sampai 70 persen lebih baik dari draf yang sebelumnya diajukan pemerintah," ujar Slamet Effendi Yusuf dari Fraksi Partai Golkar.
Insiden ricuh
Penyampaian pandangan fraksi-fraksi sempat dinodai kericuhan yang nyaris berujung aksi baku hantam antara Ali Mochtar Ngabalin dari Partai Bulan Bintang dan Ketua Fraksi Partai Demokrat Syarif Hasan.
Ngabalin dengan panjang lebar mengkritik pemerintah, terutama Presiden Yudhoyono, yang dinilainya plin-plan dalam bersikap dan membuat kebijakan terkait RUU itu.
Saat diberikan kesempatan memberikan pendapat, Syarif Hasan mengaku tidak terima dengan pernyataan Ngabalin yang, menurut dia, disampaikan dengan tidak sopan.
Sekonyong-konyong Ngabalin berteriak-teriak meminta pimpinan sidang menghentikan pernyataan Syarif. Ngabalin juga secara demonstratif berteriak-teriak dan berjalan ke arah tempat duduk Syarif sambil menunjuk-nunjuk.
Hampir terjadi baku pukul di antara keduanya, tetapi sejumlah anggota Komisi I DPR berhasil memisahkan mereka. Pemimpin sidang saat itu, Theo, membentak Ngabalin untuk diam atau akan diusir ke luar ruangan sidang Komisi I DPR. Sejumlah pengunjung dari kalangan lembaga swadaya masyarakat menyoraki insiden itu dari balkon.
Hapus pasal karet
Presiden Yudhoyono menyatakan, substansi, isi materi, dan tata bahasa RUU Rahasia Negara perlu dikonsolidasikan lagi agar dicapai keseimbangan antara prinsip keamanan pertahanan dan hak kebebasan masyarakat. Pemerintah juga menjanjikan ditiadakannya pasal-pasal karet dalam RUU Rahasia Negara.
Presiden menyampaikan hal itu kepada pers di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu. Ia mengingatkan agar RUU Rahasia Negara tidak dipaksakan dengan alasan sempitnya waktu, padahal masih terdapat persoalan yang harus dibereskan. "Harus ada titik temu yang baik antara kepentingan pertahanan dan keamanan serta kedaulatan negara dengan kepentingan menegakkan demokrasi, hak asasi manusia, serta kebebasan/kemerdekaan untuk mendapatkan informasi. Tidak boleh dua-duanya dikorbankan," ujarnya.
Presiden juga menegaskan pentingnya pasal-pasal karet dalam RUU Rahasia Negara dihapus. "Jangan yang tidak perlu masuk, atau tidak perlu dikategorikan sebagai rahasia negara, dikategorikan sebagai rahasia negara. Pastikan betul jenis, ragam, atau kriteria yang disebut rahasia negara. Jangan pasalnya bersifat karet kemudian melebar ke sana kemari," kata Presiden.
Pada kesempatan terpisah, Juwono menjelaskan, Presiden meminta ia membangun komunikasi dengan 70 tokoh penanda tangan petisi yang menolak pengesahan RUU Rahasia Negara pada akhir September ini.
Karena masih perlu pembenahan substansi itu, penyelesaian RUU Rahasia Negara tak mungkin dilakukan pemerintah dan DPR pada masa bakti periode 2004-2009 yang berakhir 30 September mendatang.(DWA/ABK/INU/DAY)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/17/04120328/dihentikan..pembahasan.ruu.rahasia.negara..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar