16 Mei 2009

Mimpi Tak Selamanya Indah

Meski sempat kecewa dengan penyelenggara Dream Girls, Starlight dari Surabaya tetap optimistis meniti karir bernyanyi

Ajang pembilihan ibu berbakat menyanyi Dream Girls telah berakhir. Namun wakil dari Surabaya Starlight punya pengalaman pahit.

Sabtu, 16 Mei 2009 - Jakarta-Hingar bingar konser Dream Girls usai sudah. Akhirnya, trio diva asal Jakarta TOPODADE memenangkan ajang pencarian bakat para ibu Dream Girls di Global TV, Rabu (13/5) malam, di Studio Pangadegan Pancoran Jakarta .

Di malam grand final, TOPODADE yang terdiri dari Nilam Dwi Lestari (31), Chrysanti Laelyanska (32), dan Mila Almelia Sani (33) beradu kemampuan bernyanyi dengan trio diva asal Garut yang mewakili Bandung, 3G.

Namun hingar-bingar acara itu masih menyisakan kekecewaan, bagi trio diva asal Surabaya Starlight (Dessy Agustina, Ester Katerina, dan Octaviani AP), yang minggu lalu teriliminasi dari Dream Girls. Kekesalan itu sempat diungkapkan kepada Kabiro Surabaya Post Jakarta, Teguh Imawan.

"Nggak ada sepeser pun uang buat jerih payah kita selama dua bulan di karantina. Kita latihan dari siang sampai dini hari. Kita pulang hanya diberi tiket non bagasi oleh panitia," ungkap Dessy dan Octa dengan nada kesal.

Dessy dan Octa menyadari memang, susah jadi orang terkenal. Menurut mereka, selama konser Dream Girls sudah mengeluarkan dana buat SMS dan lain-lain habisnya hampir puluhan juta rupiah, tetap saja tak dapat apa-apa."Padahal, kita kan sudah masuk tiga besar," ungkap Dessy.

Dihubungi secara terpisah, produser Dream Girls Erick Muchlis mengatakan, memang dari awal pihaknya tak menjanjikan apa-apa kepada finalis selain sebuah fasilitas dan hadiah hunian bagi juara I.

"Kita kan , sudah kasih mereka pelatihan dari orang-orang berkompeten selama masa karantina, seperti dari B3 (dulu AB Three), musisi Andi Rianto, Lita Zein untuk pelatihan vokal. Dari awal – dalam perjanjian tertulis – kita sudah beritahu mereka kalau tak ada uang sebagai imbalan mereka mengikuti Dream Girls, kita hanya memberikan fasilitas," terang Erick.

Tak adanya imbalan berupa uang, lanjut Erick, itu karena kondisi Dream Girls masih dalam serba keterbatasan, baik dari sisi sponsor maupun format tayangan. "Sebelumnya, kita sudah jelaskan kok. Makanya, di the next Dream Girls kita akan lakukan penyempurnaan program ini," imbuh Erick.

Meski harus menerima kekecewaan, bagi Starlight masuk ke grand final tersebut sangat penting bagi keberlangsungan karir bernyanyi mereka. Sebab, mereka adalah pendatang baru dalam bermusik, meski kapasitasnya di ajang pencarian bakat. Namun, menurut mereka, itu sudah lebih dari cukup untuk mereka dikenal publik. Apalagi, mereka langsung masuk dalam tiga besar.

"Masuk dalam tiga besar saja, kami sudah bersyukur. Kami yakin dengan bekal tampil di Dream Girls, kami sudah bisa mengantongi bakat lebih daripada sebelum masuk di ajang ini," kata Dessy dengan nada bijak.

Saat ditanya setelah ini mereka mau kemana dan dikemanakan ilmu Dream Girls? Ketiganya kompak menjawab, kalau dalam waktu dekat ini mereka mau pulang ke keluarga masing-masing dulu. Setelah itu, mereka akan mengembangkan bakat bernyanyi lagi, seperti sebelum mereka masuk di Dream Girls.

Dessy yang asal Wiyung sebelumnya berprofesi sebagai Master of Ceremony (MC) dan penyanyi dalam acara formal kalangan Tionghoa, Ester asal Ploso Timur akan kembali ke Master Band-nya di Surabaya, dan Octa sang Polwan akan kembali menjadi Polwan di Polda Jogjakarta, itu setelah ia pindah tugas dari Polwiltabes Surabaya.

"Kami sih penginnya kumpul lagi. Sebab, formasi Starlight sudah bagus dan eksis," tutur ketiganya. ary

http://surabayapost.co.id/?mnu=berita&act=view&id=4cd693494a8c867c551e0688ec78bde1&jenis=c9f0f895fb98ab9159f51fd0297e236d&PHPSESSID=a1ca2a0db3fae7a25badfb8a050cc74e

Tidak ada komentar: