20 Februari 2009

Sebuah Tabloid di "Persimpangan Jalan"

Sabtu, 21 Februari 2009 | Di "persimpangan jalan" duet pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla menjelang pemilihan umum calon anggota legislatif serta pemilihan umum calon presiden dan calon wapres ini, tiba-tiba beredar tabloid Negarawan setebal 32 halaman.

Meskipun tertulis dijual dengan harga Rp 6.000 per eksemplar, ternyata tabloid tersebut dibagikan juga secara gratis kepada para pejabat dan pegawai di lingkungan Istana Wapres, Jakarta, Kamis (19/2). Tabloid juga disebar gratis di ruang wartawan.

Kini tabloid dwimingguan yang diterbitkan PT Negarawan Indonesia dan dibina oleh Alwi Hamu—dikenal sebagai salah seorang Staf Khusus Wapres Kalla—sudah dicetak hingga tiga edisi. Edisi perdana sudah terbit pertengahan Januari lalu. Edisi kedua beredar pula pada awal Februari lalu.

Meskipun sejumlah nama tertulis dalam boks redaksinya, tabloid yang banyak menampilkan iklan ucapan selamat dari BUMN itu justru banyak mengutip pemberitaan di sejumlah media, di antaranya yang ada di Kompas.Com, Kontan Online, Kantor Berita Antara, Inilah.Com, dan lainnya.

Kalau tabloid Sambung Hati 9949, Bertindak untuk Rakyat yang diterbitkan Staf Khusus Presiden Yudhoyono, Sardan Marbun, lebih banyak menampilkan citra diri dan "kesuksesan" Presiden Yudhoyono dalam memerintah, Negarawan justru berbeda.

Tabloid itu selalu menampilkan kebersamaan dan citra Presiden Yudhoyono dan Wapres Kalla. Karena itu, tabloid tersebut tak pernah lepas memajang foto SBY-JK mulai dari halaman depan sampai belakang.

Motivasi apa di balik penerbitan Negarawan, hingga kini tak terjawab. Pasalnya, Alwi Hamu, yang menurut Sekretarisnya di Istana Wapres, Etty, tengah berada di Manado, Sulawesi Utara, hingga kini tetap tidak mau mengangkat telepon dan menjawab pesan layanan singkat (SMS) yang dikirim Kompas ke telepon selulernya.

Disebut-sebut, tabloid tersebut merupakan jawaban atas tabloid yang diterbitkan Sardan Marbun yang hanya melulu menampilkan SBY sendirian.

Adapun, peran JK sepertinya ditampikkan atau dianggap tidak ada. Sebagai "dwitunggal", seperti ikon kampanye Pilpres 2004, pencitraan tunggal SBY jelas "menyakitkan" kubu JK dan juga mengancam kebersamaan SBY-JK jika akan memperpanjang pemerintahannya lima tahun lagi.

Namun, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, yang namanya terpampang sebagai anggota Dewan Redaksi Negarawan bersama sejumlah tokoh, malah mengaku tidak tahu-menahu tujuan penerbitan Negarawan itu.

"Saya sendiri tidak tahu mengapa nama saya dicantumkan. Saya mau tanya dulu ke Alwi Hamu, kenapa muncul nama saya," ujar Sofyan.

Adapun Wapres Kalla, yang namanya juga tidak tercantum dalam redaksi Negarawan—berbeda dengan nama Presiden Yudhoyono yang tercantum sebagai Pembina di tabloid Sambung Hati 9949, Bertindak untuk Rakyat—hanya berkata, "Penerbitan Negarawan itu hak setiap orang untuk menampilkan tulisan-tulisan yang baik."

Sementara itu, Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng, yang dimintai komentarnya, malah mengaku sama sekali belum membaca sehingga tidak bisa berkomentar banyak. Namun, tentu saja beredarnya tabloid itu tentu menimbulkan pertanyaan.

Ada yang menduga, tabloid itu bertujuan untuk menetralkan "renggangnya" SBY-JK akibat pernyataan Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat Ahmad Mubarok yang dianggap meremehkan perolehan suara Partai Golkar. Demikian pula Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Priyo Budi Santoso yang menyatakan SBY-JK akan berhadapan dalam pilpres mendatang.

Atau, justru sebaliknya. Jangan-jangan itu juga sinyal bahwa Wapres Kalla sebenarnya ingin kembali bersama Presiden Yudhoyono dalam pilpres mendatang. (suhartono)

http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/02/21/00045815/sebuah.tabloid.di.persimpangan.jalan

Tidak ada komentar: