23 Juli 2010

Mau Sampai Kapan Mereka Diintimidasi?

SDN RSBI Rawamangun 12
Laporan wartawan Kompas.com M.Latief
evarais
Surat inilah yang melarang Aria Bismark Adhe, siswa kelas 6 SDN RSBI 12 Rawamangun Pagi, mengikuti ujian akhir sekolah (UAS).
TERKAIT:

JAKARTA, KOMPAS.com — Selama menjadi orangtua kritis, jangankan duduk di komite sekolah, bisa duduk tenang melihat putra-putrinya belajar dengan nyaman pun tidak mudah. Intimidasi. Justru itulah yang kerap dialami para orangtua murid SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi, Jakarta Timur, lantaran selalu kritis terhadap kebijakan-kebijakan sekolah, terutama soal pengelolaan keuangan sekolah tersebut yang mereka duga berbau korupsi.

Akar masalahnya sudah muncul bertahun lalu, tepatnya antara 2007 dan 2009, yaitu terkait penyimpangan-penyimpangan pada dana block grant RSBI. Pihak sekolah menduga, mencuatnya masalah itu lantaran pengaduan para orangtua murid kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Badan Pemeriksa Keuangan RI, dan Kementerian Pendidikan Nasional RI.

Seperti pernah diberitakan Kompas.com, Senin (1/3/2010), dugaan korupsi dialamatkan ke SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi, Jakarta Timur, itu menyangkut tiga anggaran, yaitu bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan operasional pendidikan (BOP), dan dana block grant RSBI.

Peneliti senior Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Hendri, pun pernah menyatakan, sekolah ini diduga telah mengorupsi dana yang merupakan biaya operasional peningkatan status sekolah standar nasional (SSN) menjadi internasional.

"Nilainya mencapai Rp 500 juta," ungkap Febri.

Selama 3 tahun, yaitu pada 2007, 2008, dan 2009, kata Febri, sekolah tersebut mendapatkan dana. "Data 2008 dan 2009 masih terus kami gali, dan yang tahun 2007 itulah nilai proyeknya yang sampai Rp 500 juta," ujar Febri.

Hasilnya, ICW berhasil melakukan verifikasi. Dari total nilai Rp 500 juta itu, dana fiktif yang ditemukan mencapai Rp 150 juta.

Puncak intimidasi

Boleh jadi, lantaran itulah guru-guru SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi menjadi kesal dengan sikap dan tindakan kritis para orangtua murid-muridnya. Sampai akhirnya, intimidasi dan ancaman psikologis yang dilancarkan terhadap siswa dan orangtua murid seolah menjadi cara membalas kekritisan mereka.

Pada Senin (31/5/2010), Aria Bismark Adhe, seorang siswa kelas VI sekolah tersebut tidak diperbolehkan mengikuti ujian akhir sekolah (UAS). Adhe diminta keluar dari ruang ujian oleh pihak sekolah setelah sebelumnya diberikan sebuah surat pemberitahuan untuk diberikan kepada orangtuanya, Drs Handaru Widjatmoko, yang dianggap oleh sekolah sebagai pelapor dugaan korupsi di sekolah tersebut.

Tak hanya Adhe, lima siswa lainnya juga terancam tidak bisa mengikuti ulangan umum dan bahkan diancam dikeluarkan oleh pihak sekolah akibat sikap kritis orangtuanya.

Pada akhirnya, memang, para siswa diperbolehkan mengikuti ulangan dan kasus ancaman tersebut ditangani oleh Komnas Perlindungan Anak. Kelima anak tersebut adalah putra-putri dari Ny Ida (dua anak), dr Okky (satu anak), Heru Narsono (satu anak), dan Kaka Tayasmen (satu anak).

Salah seorang mantan orangtua murid, Eva Rais, membenarkan kejadian itu. Menurut dia, kejadian itu sangat menyedihkan dan memalukan, melihat seorang anak sekolah diusir keluar sekolah dan dibiarkan menangis di luar pagar sekolah karena tidak diperbolehkan mengikuti UAS bersama teman-temannya.

Eva adalah orangtua dari murid yang sebelumnya bersekolah di SDN RSBI Rawamangun 12. Mengaku kecewa dengan kebobrokan sekolah tersebut, Eva memindahkan anaknya dari sekolah itu sejak 7 bulan lalu ke sebuah sekolah swasta.

Ada lagi yang menyedihkan. Heru Narsono, orangtua murid lainnya, memaparkan, saat berlangsung rapat antara para guru dan orangtua murid di sekolah tersebut, Kamis (3/6/2010), ada dua anak yang disandera di ruang guru, yaitu anak dari orangtua murid bernama Dr Okky dan Ny Ida.

"Mereka dikeluarkan dari kelas dan disuruh menunggu di ruang guru. Bahkan, ada guru kelas V, namanya Pak Rosim, yang menyatakan dengan tegas bahwa ia tidak rela jika soal Matematikanya dikerjakan oleh Safa, yang tak lain anak dari Pak Kaka, rekan kami," ujar Heru.

Heru berkisah, Kaka atau lengkapnya Kaka Tayasmen adalah salah satu orangtua murid yang selama ini juga kritis terhadap kebijakan-kebijakan sekolah. Safa diintimidasi oleh Pak Rosim dengan kata-kata bahwa orangtuanya suka memfitnah.

Dengan geram, Heru melanjutkan, Safa diminta tak boleh lagi belajar di kelasnya. Ia bahkan disuruh keluar membawa bukunya. Namun, begitu sampai di ruang guru, seorang guru lainnya yang bernama Ismet malah menyuruh Safa mengambil tas dan berkata bahwa Safa tidak boleh belajar di sekolah ini.

"Saya heran, yang di sekolah ini guru atau bukan, sih?" kata Heru.

Belum berakhir


Puncak intimidasi terhadap orangtua murid SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi yang kritis itu terjadi pada 12 Juli 2010. Anehnya, Drs H Usman, Kepala Seksi Dinas Pendidikan Dasar 02, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur, bahkan turut campur tangan dengan melayangkan surat permohonan bantuan kepada Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo agar menghentikan status dua dari lima orangtua murid, yaitu Dr Okky Sofyan dan Tayasman Kaka, sebagai warga DKI Jakarta.

Pada poin kedua surat permohonan bernomor 299/073.526.6 tertanggal 12 Juli 2010 itu disebutkan sebagai berikut: Menghentikan Dr Okky Sofyan dan Tayasman Kaka Cs sebagai warga DKI Jakarta yang sudah kurang lebih tujuh (7) tahun terakhir mengacau di SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi.

Eva Rais, mantan orangtua murid yang mengirimkan surat tembusan ini kepada Kompas.com, Kamis (15/7/2010), mengungkapkan, surat tersebut kian memperkuat bukti bahwa bukan hanya pihak SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi yang "kelabakan" dengan kritisnya para orangtua murid, melainkan juga pejabat setingkat Kepala Seksi Dinas Pendidikan, yang turun tangan mengintimidasi.

"Aneh sekali melihat campur tangan Kepala Seksi itu dan apa haknya sampai meminta Gubernur mencabut status para orangtua murid itu sebagai warga DKI, wong mereka bayar pajak sebagai warga negara. Ini aneh menurut saya," ujar Eva.

Kuat dugaan, ancaman dan intimidasi-intimidasi yang dilakukan pihak SDN RSBI Rawamangun 12 Pagi itu terkait pemanggilan kepala sekolah dan para guru oleh beberapa instansi hukum berkaitan dengan dugaan korupsi dana block grant RSBI, dana BOS, dan dana BOP pada 2007, 2008, dan 2009.

Inikah wajah pendidikan kita? Sampai kapan?

Saya heran, yang di sekolah ini guru atau bukan sih.
-- Heru Narsono

Tidak ada komentar: