31 Maret 2010

Kemerdekaan Pers Mencemaskan

Jakarta, Kompas - Sejak menjelang Pemilu 2009, ada upaya dari penguasa untuk bertindak represif terhadap media. Keberadaan Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara dan Rancangan Peraturan Menteri tentang Konten Multimedia dinilai sebagai alat untuk mengekang kemerdekaan pers.

Hal itu diungkapkan wartawan senior Kompas Budiarto Shambazy dalam diskusi dan peluncuran buku Media, Pemilu, dan Politik: Kecenderungan Media dalam Pemilu 2009 di Jakarta, Rabu (31/3).

"Selama Pemilu 2009, media sudah melakukan apa yang diamanatkan kemerdekaan pers," tegasnya.

Hal itu diungkapkan Budiarto menyikapi tuduhan bahwa pers banyak memelintir berita selama Pemilu 2009. Bukti media telah melakukan tugasnya dengan benar adalah kacaunya pelaksanaan pemilu yang diintervensi penguasa, bukan medianya yang kacau. Media sulit membuat liputan yang fair dan obyektif karena proses pemilunya yang kacau.

Pada kesempatan sebelumnya, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin, mengatakan, media selama pemilu cenderung mengabaikan suara publik. Kondisi ini membuat publik menjadi antipati dengan media.

"Sampai kapan pun, media tidak akan bisa independen. Sikap itu bukan hanya karena kepentingan media sendiri, tetapi juga keberpihakan media yang bersifat subyektif," tegasnya.

Wartawan TV One, Alvito Deannova, mengatakan, dalam menjalankan fungsinya, media massa tidak bisa memuaskan semua pihak. Alih-alih untuk memuaskan, pemberitaan media umumnya justru menyebalkan berbagai pihak. Namun, kondisi itu justru menjadi bukti bahwa media sudah menjalankan tugasnya.

Keberpihakan media terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden tertentu juga dibantah. (MZW) http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/01/04081730/kemerdekaan.pers.mencemaskan

Tidak ada komentar: