17 Februari 2010

Visi Digital dan RPM Menghebohkan (Tajuk Rencana Kompas 18/2/2010)

Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang konten multimedia menuai komentar dan reaksi.

Meski pihak kementerian sudah menegaskan bahwa peraturan hanya akan menjerat penyelenggara jasa multimedia dengan tujuan untuk meminimalkan dampak negatif teknologi informasi, tak urung hal itu tetap memunculkan kekhawatiran.

Dari segi aktualitasnya, isu multimedia amat aktual mengingat sekarang masyarakat hidup pada era multimedia. Dulu kita memiliki media cetak, juga radio, lalu menyusul televisi, dan masing-masing terpisah. Teknologi menjadikannya bisa diwadahi dalam—dan dinikmati melalui—satu perangkat, seperti komputer atau gadget seluler.

Seiring dengan meluasnya pemanfaatan media online, penyebaran multimedia juga makin luas, muncul pula ekses. Seperti yang disebut secara spesifik dalam Rancangan Peraturan Menteri (RPM), yang termasuk akan dilarang adalah konten multimedia bersifat pornografi, juga yang menawarkan perjudian. Selain itu, juga berita bohong dan menyesatkan, menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan SARA, pemerasan, privasi, dan hak kekayaan intelektual tanpa izin.

Dari sisi ini kita tentu mendukung karena kita juga berkepentingan dalam pengembangan masyarakat Indonesia yang beradab dan tertib. Kita juga mengakui, ada banyak multimedia di internet yang bercorak pornografis, atau tidak layak untuk masyarakat yang kita idealkan.

Pada sisi lain, selama ini jagat internet juga punya kebiasaan sendiri, yaitu bebas dan egaliter. Keadaban muncul karena komunitas mengelola dirinya sendiri sehingga segala sesuatu yang bersifat sensor tidak dikehendaki. Pada era kebebasan pers sekarang ini, sempat muncul kekhawatiran RPM juga berpotensi menjadi alat untuk membatasi kebebasan menyajikan berita.

Kita juga berpandangan, masalah fundamental yang kita hadapi sekarang adalah kesenjangan digital, ditandai oleh kesenjangan akses dan kepemilikan fasilitas digital, baik antara RI dan negara maju maupun kota besar dan kota kecil di Tanah Air. Sebaiknya ini saja yang ditanggulangi lebih dulu. Kementerian Komunikasi dan Informatika harus mencurahkan seluruh daya untuk membuat tarif internet jadi lebih murah, komputer lebih terjangkau di daerah, infrastruktur teknologi informasi-komunikasi (TIK) semakin kokoh.

Dengan itu semakin banyak masyarakat Indonesia yang terpapar pada TIK, penetrasi internet meningkat, demikian pula pemilikan sarana TIK. Dengan itu, masyarakat yang semakin berpengetahuan—sesuai dengan cita-cita membangun knowledge-based society—bisa menimbang mana yang baik dan mana yang buruk.

Kita berpandangan, RPM bukan tidak baik dari segi tujuannya, tetapi ia muncul dengan nuansa pelarangan, yang semakin terdengar anakronistik atau tak sesuai dengan era dan isu yang diwacanakan.http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/18/02383045/tajuk.rencana

Tidak ada komentar: