Jumat, 11 September 2009 | Jakarta, Kompas - Mahkamah Konstitusi menyatakan, ketentuan yang mengatur siaran iklan niaga yang mempromosikan produk industri rokok tetap sah dan konstitusional. Melarang iklan rokok justru bertentangan dengan konstitusi.
Demikian terungkap dalam putusan uji materi Undang-Undang Penyiaran, khususnya Pasal 46 Ayat (3) yang dipersoalkan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak, Lembaga Perlindungan Anak Provinsi Jawa Barat, dan dua anak Indonesia, yang dibacakan Kamis (10/9).
Meskipun dinyatakan konstitusional, empat hakim konstitusi, yaitu Maruarar Siahaan, Muhammad Alim, Harjono, dan Achmad Sodiki, menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion). Keempat hakim itu berpendapat bahwa seharusnya iklan rokok dilarang.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan, kegiatan mengomunikasikan dan menyampaikan informasi dalam bentuk iklan promosi rokok dijamin konstitusi, khususnya Pasal 28 F. "Larangan iklan rokok melanggar hak konstitusional setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi seperti dijamin Pasal 28 F UUD 1945," demikian putusan MK.
Pihak MK juga menilai, melarang iklan rokok dalam iklan siaran niaga tak akan efektif. Pasalnya, perusahaan industri rokok tetap dapat mengiklankan produknya melalui media periklanan lain, seperti kegiatan-kegiatan olahraga, musik, internet, satelit, media cetak, ataupun media luar ruang.
Pihak MK juga menilai sektor industri rokok harus diberi kesempatan sama dengan industri-industri lain dalam melakukan pengenalan dan pemasaran produknya.
Dalam dissenting opinion-nya, Maruarar menyoroti pembatasan iklan rokok di banyak negara yang sudah mulai dilakukan. Akibatnya, industri rokok merelokasi diri ke negara maju karena tak dapat berpromosi dan ekspansi secara bebas di negara asalnya.
Terkait pembatasan iklan rokok, menurut Maruarar, perlindungan terhadap hak hidup generasi muda bangsa merupakan dasar rasional bagi pembatasan hak asasi kelompok tertentu. Apalagi target atau sasaran iklan rokok jelas untuk menggaet pelanggan atau konsumen baru.
Maruarar menyatakan, membolehkan segala bentuk promosi rokok akan menempatkan Indonesia dalam posisi tidak konsisten dengan komitmen konstitusi untuk perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia dan perlindungan anak.
Adapun Achmad Sodiki menyatakan, bobot hukum merosot karena hukum tidak peduli dengan ancaman kematian melalui zat yang terkandung dalam rokok terhadap siapa pun yang akan mewariskan generasi penerus yang loyo dan lemah.
"Lalu, kebanggaan apa yang hendak diraih dengan merenggut masa depan anak-anak bangsa ini jika hukum ternyata tidak mampu memadamkan puntung rokok? Hukum telah melupakan tugasnya, yaitu memanusiakan manusia dan memuliakan manusia," ujarnya. (ANA/LOK)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/09/11/03464755/iklan.rokok.konstitusional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar