11 September 2008

Televisi Digital - Keberpihakan pada Industri Elektronik Nasional (Opini Bambang Heru Tjahyono)

Sebagai kebijakan yang tidak hanya berdiri sendiri, pilihan migrasi televisi analog ke digital memang membawa banyak dampak ikutan, salah satunya di sektor industri elektronik.

Apa yang dilakukan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dalam menindaklanjuti Peraturan Menteri (Permen) Nomor 07/P/M.KOMINFO/3/ 2007 tentang Standar Penyiaran Digital Terestrial untuk Televisi Tidak Bergerak di Indonesia, menggunakan DVB-T, dengan Kepmen No 500, November 2007, untuk melakukan langkah-langkah strategis, dengan membentuk tiga kelompok kerja (working group) implementasi migrasi televisi analog ke digital, merupakan upaya positif.

Ketiga kelompok kerja itu adalah, pertama, working group Master Plan Frekuensi yang memiliki tugas, antara lain, menyiapkan rencana induk (master plan) Frekuensi Penyiaran Digital Terestrial di mana tugas ini dikoordinasi oleh Ditjen Postel.

Kedua, working group Teknologi Peralatan Penyiaran Digital, dikoordinasikan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama dengan Departemen Perindustrian yang bertugas menyiapkan standardisasi perangkat penyiaran digital terestrial. Ketiga, working group Regulasi, di bawah koordinasi Dirjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi yang menyusun tentang jadwal (time schedule) proses pelaksanaan peralihan dari sistem penyiaran analog ke sistem penyiaran digital, termasuk masa transisi penyelenggaraan penyiaran analog dan digital secara bersamaan (simulcast period).

Tulisan ini lebih menitikberatkan pada tinjauan tentang kesiapan industri elektronik nasional dalam era penyiaran digital. Ini perlu disampaikan karena sesungguhnya keinginan sejak awal berkait dengan migrasi teknologi penyiaran telah disepakati untuk tidak hanya sebagai bangsa pemakai, tetapi juga dapat memberikan warna dan berperan serta dalam perubahan ini.

Peringatan dini

Sudah tentu dibutuhkan kerja keras dalam rangka keikutsertaan industri elektronika dalam negeri dan dibutuhkan kebijakan keberpihakan dari pemerintah untuk itu sehingga industri kita benar-benar siap untuk ikut di dalamnya.

Dari sisi kebutuhan akan set-top box (STB), misalnya, perlu kiranya dikaji tidak hanya dari aspek ekonomi, tetapi juga dari aspek peningkatan kemampuan riset dan pengembangan industri nasional. Keberpihakan dari pemerintah terhadap industri dalam negeri agar momentum transisi ini bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin bagi kemampuan riset mereka sangat diperlukan.

Apa bentuknya? Pemerintah mendorong industri untuk mengembangkan dan mendesain STB khas Indonesia, seperti mempunyai fitur aplikasi khusus untuk kebutuhan peringatan akan bahaya bencana (early warning system) serta perangkat STB yang akan beredar di Indonesia harus memerhatikan kaidah-kaidah yang ditetapkan dalam standar nasional Indonesia (SNI) agar perlindungan terhadap konsumen bisa dijamin.

Dengan memberi peluang sebesar mungkin kepada industri domestik dalam mengembangkan dan memproduksi STB, diharapkan dapat dihasilkan STB yang harganya terjangkau masyarakat karena harga STB sebesar 50-100 dollar AS di Singapura dan Malaysia pada tahun 2006.

Harga itu tentu cukup tinggi bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Karena itu, jika dihasilkan oleh industri elektronika nasional, harganya diharapkan bisa pada kisaran 15-25 dollar AS. Pertimbangan penentuan harga seekonomis mungkin tentu berdasarkan jumlah pemirsa televisi di Indonesia yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan pemirsa televisi di Singapura dan Malaysia.

Memang benar bahwa salah satu cara untuk menekan harga STB, antara lain, dengan meminimalkan fiturnya. Hal itu karena sistem penyiaran televisi digital memungkinkan memberikan banyak layanan yang bisa diakses dengan STB yang sesuai. Makin banyak fitur, harga STB akan makin mahal.

Di sisi lain, standardisasi nasional STB produk Indonesia diperlukan agar pasar kita tidak dibanjiri oleh STB dari luar negeri, yang mungkin jauh lebih murah dibandingkan dengan STB nasional. Salah satu bentuk proteksi kepada konsumen agar tidak menggunakan STB berharga murah dan berkualitas rendah adalah dengan memberlakukan standardisasi STB Indonesia dengan mengharuskan label SNI. Selain itu, perlu dipertimbangkan kerja sama dengan pihak operator broadcasting agar hanya STB nasional yang bisa menangkap siaran televisi digital terestrial di Indonesia.

Pola perlindungan terhadap produk pasar dalam negeri semacam itu sudah dilakukan oleh beberapa negara. Namun, gagasan untuk membuat satu standar STB secara regional juga berkembang di negara-negara anggota ASEAN. Hanya saja, saat ini belum semua negara ASEAN menerapkan standar STB transmisi televisi digitalnya. Akan tetapi, ide satu standar STB ASEAN tampaknya harus bisa terealisasi.

Memungkinkan

Momentum untuk menyiapkan industri elektronika nasional dalam migrasi televisi analog ke digital ini sangat memungkinkan karena memang peran dari kelompok kerja teknologi peralatan penyiaran digitallah yang mempersiapkan dan menentukan standar itu. Apa artinya keberpihakan kepada industri dalam negeri terhadap penentuan standar menjadi kata kunci.

Memang ada beberapa tugas pokok yang saat ini dilakukan kelompok kerja bidang ini dalam persiapan implementasi migrasi analog ke digital, antara lain membuat spesifikasi teknik peralatan pemancar dan alat bantu penerima siaran digital, penyusunan basic specifications set-top box (STB), melakukan koordinasi dengan perusahaan elektronika nasional untuk pembuatan alat bantu penerima siaran digital, dan berkoordinasi dengan pihak industri mengenai kesiapan penyediaan STB.

Menilik dari apa yang sudah dilakukan, harapannya, peran serta industri elektronika nasional dapat terlibat lebih banyak lagi di dalam momentum migrasi analog ke digital ini. Bukan tidak mungkin keikutsertaan industri dalam negeri dan kesiapan yang telah dimilikinya akan juga dapat berimbas pada penggunaan teknologi serupa di negara ASEAN. Kita punya daya tawar signifikan berkaitan dengan jumlah penduduk dibandingkan dengan negara-negara lain.

Harapan ini memang bukan sesuatu yang mustahil karena dari hasil ASEAN Digital TV Meeting, 19 Juni 2008 di Singapura, negara-negara ASEAN telah menyetujui usulan Indonesia mengenai spesifikasi basic STB dari Indonesia, yang meliputi MPEG2 SDTV, No Facility Dolby, EPG terbatas, dan Affordable price per unit. Selain itu, Indonesia juga telah ditunjuk oleh pihak ASEAN pada pertemuan tersebut untuk menjadi koordinator pada kajian studi Audio-Dolby sistem untuk STB.

Bambang Heru Tjahyono Ketua Tim Kelompok Kerja Teknologi Peralatan Penyiaran Digital; Bekerja di BPPT

http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/09/12/0125420/keberpihakan.pada.industri.elektronik.nasional

Tidak ada komentar: